Rabu, 09 Mei 2018

5 Versi berbeda Misteri Kematian Syeikh Siti Jenar

5 Versi berbeda Misteri Kematian Syeikh Siti Jenar

Versi Pertama
Mengacu pada “Serat Syeikh Siti Jenar” Ki Sosrowidjojo, disebutkan bahwa Syekh Siti Jenar mangkat akibat dihukum mati oleh Sultan Demak, Raden Fatah atas persetujuan Dewan Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Bonang. Bertindak sebagai algojo atau pelaksana hukuman pancung itu adalah Sunan Kalijaga dan Eksekusi berlangsung di alun-alun kesultanan Demak.

5 Versi berbeda Misteri Kematian Syeikh Siti Jenar | Infopagarnusa.com
5 Versi berbeda Misteri Kematian Syeikh Siti Jenar

Versi Kedua
Sebagaimana tercantum dalam Wawacan Sunan Gunung Jati Pupuh ke-39 terbitan Emon Suryaatmana dan T.D Sudjana (alih bahasa pada tahun 1994), Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Gunung Jati. Pelaksana hukuman atau algojonya tak lain adalah Sunan Gunung Jati sendiri, dengan tempat eksekusi di Masjid Ciptarasa Cirebon. Mayat Syekh Siti Jenar dimandikan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, dan Sunan Giri, kemudian dimakamkan di Graksan, yang kemudian disebut sebagai Pasarean Kemlaten. Merujuk pada versi Pertama, Sudirman Tebba (2000: 41), menyebutkan secara lebih detail prosesi eksekusi Syekh Siti Jenar saat dipenggal lehernya oleh Sunan Kalijaga.

Pada awalnya mengucur darah berwarna merah, kemudian berubah menjadi putih. Saat itulah Syekh Siti Jenar berkata: “Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya”. Kemudian tubuh Syekh Siti Jenar naik ke surga seiring dengan kata-kata: ”Jika ada seorang manusia yang percaya kepada kesatuan selain dari Allah Yang Mahakuasa, dia akan kecewa, karena dia tidak akan memperoleh apa yang dia inginkan”.

Untuk kisah yang terdapat dalam versi pertama dan kedua masih memiliki kelanjutan yang hampir sama. Sebagaimana dikemukakan dalam Suluk Syekh Siti Jenar, disebutkan bahwa setelah Syekh Siti Jenar meninggal di Krendhawasa tahun Nirjamna Catur Tunggal (1480 M. Tahun yang tentu saja masih terlalu dini untuk kematian Syekh Siti Jenar), jenazahnya dibawa ke Masjid Demak.

Karena saat itu magrib tiba, maka pemakaman dilakukan esok paginya agar bisa disaksikan oleh raja. Para ulama sepakat untuk menjaga jenazah Syekh Siti Jenar sambil melafalkan puji-pujian kepada Tuhan. Ketika waktu shalat tiba, para santri berdatangan ke masjid. Pada saat itu tiba-tiba tercium bau yang sangat harum, seperti bau bunga Kasturi. Selesai shalat para santri diperintahkan untuk meninggalkan masjid. 

Tinggal para ulama saja yang tetap berada di dalamnya untuk menjaga jenazah Syekh Siti Jenar. Bau harum terus menyengat, oleh karena itu Syekh Malaya mengajak ulama lainnya untuk membuka peti jenazah Syekh Siti Jenar. Tatkala peti itu terbuka, jenazah Syekh Siti Jenar memancarkan cahaya yang sangat indah, lalu muncul warna pelangi memenuhi ruangan masjid. 

Sedangkan dari bawah peti memancarkan sinar yang amat terang, bagaikan siang hari. Dengan gugup, para ulama mendudukkan jenazah itu, lalu bersembah sujud sambil menciumi tubuh tanpa nyawa itu bergantian hingga ujung jari. Saat jenazah kembali dimasukkan ke dalam peti, Syekh Malaya terlihat tidak berkenan atas tindakan rekan-rekannya itu.

Sedangkan dalam Suluk Syekh Siti Jenar dan Suluk Walisongo dikisahkan bahwa para ulama telah berbuat curang. Jenazah Syekh Siti Jenar diganti dengan bangkai anjing kudisan. Jenazah itu pun mereka makamkan di tempat yang dirahasiakan. Peti jenazah diisi dengan bangkai anjing kudisan. Bangkai itu dipertontonkan keesokan harinya kepada masyarakat untuk mengisyaratkan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar adalah sesat. 

Digantinya jenazah Syekh Siti Jenar dengan bangkai anjing ini ternyata diketahui oleh salah seorang muridnya yang bernama Ki Luntang. Dia datang ke Demak untuk menuntut balas. Maka terjadilah perdebatan sengit antara Ki Luntang dengan para Wali yang berakhir dengan kematiannya. Sebelum mati, Ki Luntang menyindir kelicikan para Wali dengan mengatakan 

(Sofwan, 2000: 221): “…luh ta payo totonen derengsun manthuk, yen wus mulih salinen, bangke sakarepmu dadi. Khadal, kodok, rase, luwak, kucing kuwuk kang gampang lehmu sandi, upaya sadhela entuk, wangsul sinantun gajah, sun pastheake sira nora bisa luruh reh tanah Jawa tan ana…” Artinya " nah silahkan lihat diriku yang hendak menjemput kematian. Jika nanti aku telah mati, kau boleh mengganti jasadku sekehendakmu; (dengan) kadal, kodok, rase, luwak atau kucing tua yang mudah kau peroleh. Tapi, jika hendak mengganti dengan gajah, kau pasti tidak akan bisa karena di tanah Jawa tidak ada”

Seperti halnya sang guru, Ki Luntang pun mati atas kehendaknya sendiri, berkonsentrasi untuk menutup jalan hidup menuju pintu kematian

Versi Ketiga
Seperti disebutkan (Hasyim, 1987: 47), bahwa Syekh Siti Jenar meninggal karena dijatuhi hukuman mati oleh Sunan Giri, dan algojo pelaksana hukuman mati tersebut adalah Sunan Gunung Jati. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa vonis yang diberikan Sunan Giri atas usulan Sunan Kalijaga.

Dikisahkan juga bahwa Syekh Siti Jenar mempunyai sebuah pesantren yang banyak muridnya. Namun sayang, ajaran-ajarannya dipandang sesat dan keluar dari ajaran Islam. Ia mengajarkan tentang keselarasan antara Tuhan, manusia dan alam (Hariwijaya, 2006: 41-42).

Hubungan manusia dengan Tuhannya diungkapkan dengan “Manunggaling kawula-gusti” dan “Curiga Manjing Warangka”. Hubungan manusia dengan alam diungkapkan dengan “Mengasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi”, dan “Hamemayu Hayuning Bawana”, yang bermuara pada pembentukan “Jalma Sulaksana”, “Al-insan Al-kamil”, “Sarira Bathara”, “Manusia Paripurna”, “Adi Manusia” yang imbang lahir-batin, jiwa-raga, intelektual-spiritual, dan kepala-dadanya. 

Konsep Manunggaling kawula-gusti oleh Syekh Siti Jenar disebut dengan “uninong aning unong”, saat sepi senyap, hening, dan kosong.  Sesungguhnya Zat Tuhan dan zat manusia adalah satu, manusia ada dalam Tuhan dan Tuhan ada dalam manusia. 

Sunan Giri sebagai ketua persidangan, setelah mendengar penjelasan dari berbagai pihak dan bermusyawarah dengan para Wali, memutuskan bahwa ajaran Syekh Siti Jenar itu sesat. Ajarannya bisa merusak moral masyarakat yang baru saja mengenal Islam. Karenanya Syekh Siti Jenar dijatuhi hukuman mati. 

Meski demikian, Syekh Siti Jenar masih diberi kesempatan selama setahun untuk memperbaiki kesalahannya sekaligus menanti berdirinya Negara Demak secara formal, karena yang berhak menentukan hukuman adalah pihak negara (Widji saksono, 1995: 61). 

Kalau sampai waktu yang ditentukan ia tidak mengubah pendiriannya, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan. Sejak saat itu, pesantren Syekh Siti Jenar ditutup dan murid-muridnya pun bubar, menyembunyikan diri dan sebagian masih mengajarkan ajaran WahdatulWujud meskipun secara sembunyi-sembunyi. Setelah satu tahun berlalu, Syekh Siti Jenar ternyata tidak mengubah pendiriannya. Maka dengan terpaksa Sunan Gunung Jati melaksanakan eksekusi yang telah disepakati dulu.  Jenazah Syekh Siti Jenar pun dimakamkan di lingkungan keraton agar orang-orang tidak memujinya. 

Versi Keempat
Sebagaimana yang dikisahkan dalam Babad Demak, menyebut Syekh Siti Jenar wafat karena vonis hukuman mati yang dijatuhkan Sunan Giri sendiri. Menurut babad ini, Syekh Siti Jenar meninggal bukan karena kemauannya sendiri, atau dengan kesaktiannya dia dapat menemui ajalnya, melainkan karena dibunuh oleh Sunan Giri. Keris ditusukkan hingga tembus ke punggung dan mengucurkan darah berwarna kuning.
Setelah mengetahui bahwa suaminya dibunuh, istri Syekh Siti Jenar menuntut bela kematian itu kepada Sunan Giri. Sunan Giri menghiburnya dengan mengatakan bahwa bukan dia yang membunuh Syekh Siti Jenar tetapi suaminya itu mati atas kemauannya sendiri. 

Diberitahukan juga bahwa Syekh Siti Jenar kini berada di dalam surga. Sunan Giri meminta dia melihat ke atas dan di sana dia melihat suaminya berada di surga dikelilingi bidadari yang agung, duduk di singgasana yang berkilauan (Sofwan, 2000: 218).

Kematian Syekh Siti Jenar dalam versi ini juga dikemukakan dalam Babad Tanah Jawa yang disadur oleh S. Santoso, dengan versi sedikit berbeda. Dalam babad ini disebutkan bahwa Syekh Siti Jenar terbang ke surga, tetapi badannya kembali ke masjid. 

Para ulama takjub karena dia dapat terbang ke surga, namun kemudian marah karena badannya kembali ke masjid. Melihat hal yang demikian, Sunan Giri kemudian mengatakan bahwa tubuhnya harus ditikam dengan sebuah pedang, kemudian dibakar. Syekh Maulana kemudian mengambil pedang dan menikamkannya ke tubuh Syekh Siti Jenar, tetapi tidak mempan. Syekh Maulana bertambah marah dan menuduh Syekh Siti Jenar berbohong atas pernyataannya yang menegaskan bahwa dia rela mati.
Syekh Siti Jenar menerima banyak tikaman dari Syekh Maulana, tetapi dia terus berdiri. Syekh Maulana kian gusar dan berkata, “Itu luka orang jahat, terluka tapi tidak berdarah”. 

Dari luka-luka Syekh Siti Jenar itu seketika keluar darah berwarna merah. Syekh Maulana berkata lagi, ”Itu luka orang biasa, bukan kawula gusti, karena darah yang keluar berwarna merah”. Dari merah yang mengucur itu seketika berubah berwarna putih. Syekh Maulana berkata lagi. “Ini seperti kematian pohon kayu, keluar getah dari lukanya. Kalau ‘insan kamil’ betul tentu dapat masuk surga dengan badan jasmaninya, berarti kawula gusti tidak terpisah”. 

Dalam sekejap mata, tubuh Syekh Siti Jenar pun hilang dan darahnya sirna. Syekh Maulana kemudian membuat muslihat dengan membunuh seekor anjing, membungkusnya dengan kain putih dan mengumumkan kepada masyarakat bahwa mayat Syekh Siti Jenar telah berubah menjadi seekor anjing disebabkan ajarannya yang bertentangan dengan syariat. Anjing itulah yang kemudian dibakar.  

Beberapa waktu setelah peristiwa itu, para ulama didatangi oleh seorang penggembala kambing yang mengaku sebagai murid Syekh Siti Jenar. Dia berkata, ”Saya dengar para Wali telah membunuh guru saya, Syekh Siti Jenar. Kalau memang demikian, lebih baik saya juga Tuan-tuan bunuh. Sebab saya ini juga Allah, Allah yang menggembalakan kambing”. 

Mendengar penuturannya itu kemudian Syekh Maulana membunuhnya dengan pedang yang sama dengan yang digunakan untuk membunuh Syekh Siti Jenar. Seketika tubuh mayat penggembala kambing itu pun lenyap. (Tebba, 2003: 43).

Versi Kelima
Seperti tercatat dalam Serat Negara Kertabumi yang disunting oleh Rahman Selendraningrat, disebutkan bahwa vonis hukuman mati terhadap Syekh Siti Jenar dijatuhkan oleh Sunan Gunung Jati, sedangkan yang menjalankan eksekusi atau algojonya adalah Sunan Kudus. Kisah eksekusi terhadap Syekh Siti Jenar yang terdapat dalam versi ini berbeda dari yang lain, karena ditengarai telah bercampur aduk dengan kisah eksekusi Ki Ageng Pengging yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Kisah kematian Syekh Siti Jenar dalam sastra “Kacirebonan” ini diawali dengan memperlihatkan posisi para pengikut Syekh Siti Jenar di Cirebon sebagai kelompok oposisi atas kekuatan Kesultanan Cirebon. 

Sejumlah tokoh pengikutnya pernah berusaha untuk menduduki tahta, tetapi semuanya menemui kegagalan. Tatkala Pengging dilumpuhkan, Syekh Siti Jenar yang pada saat itu menyebarkan agama di sana, kembali ke Cirebon diikuti oleh para muridnya dari Pengging. Di Cirebon, kekuatan Syekh Siti Jenar menjadi semakin kokoh, pengikutnya meluas hingga ke desa-desa. Setelah Syekh Datuk Kahfi meninggal dunia, Sultan Cirebon menunjuk Pangeran Punjungan untuk menjadi guru agama Islam di Padepokan Amparan Jati. Pangeran Punjungan bersedia menjalankan tugas yang diembankan Sultan kepadanya, namun dia tidak mendapatkan murid di sana karena orang-orang telah menjadi murid Syekh Siti Jenar. 

Bahkan panglima bala tentara Cirebon bernama Pangeran Carbon lebih memilih untuk menjadi murid Syekh Siti Jenar. Dijaga oleh muridnya yang banyak, Syekh Siti Jenar merasa aman tinggal di Cirebon Girang. Keberadaan Syekh Siti Jenar di Cirebon terdengar oleh Sultan Demak. Sultan kemudian mengutus Sunan Kudus disertai 700 orang prajurit ke Cirebon. Sultan Cirebon menerima permintaan Sultan Demak dengan tulus, bahkan memberi bantuan untuk tujuan itu. Langkah pertama yang diambil Sultan Cirebon adalah mengumpulkan para murid Syekh Siti Jenar yang ternama, antara lain Pangeran Carbon, para Kyai Geng, Ki Palumba, Dipati Cangkuang dan banyak orang lain di istana Pangkuangwati. 

Selanjutnya bala tentara Cirebon dan Demak menuju padepokan Syekh Siti Jenar di Cirebon Girang. Syekh Siti Jenar kemudian di bawa ke masjid Agung Cirebon, tempat para Wali telah berkumpul. Dalam persidangan itu, yang bertindak sebagai Hakim Ketua adalah Sunan Gunung Jati. Melalui perdebatan yang panjang, pengadilan memutuskan Syekh Siti Jenar harus dihukum mati. Kemudian Sunan Kudus melaksanakan eksekusi itu menggunakan keris pusaka Sunan Gunung Jati. Peristiwa itu terjadi pada bulan Safar 923 H atau 1506 (Sofwan, 2000: 222). 

Pada peristiwa selanjutnya, mulai diperlihatkan kecurangan yang dilakukan oleh para ulama di Cirebon terhadap keberadaan jenazah Syekh Siti Jenar. Dikisahkan, setelah eksekusi dilaksanakan, jenazah Syekh Siti Jenar dimakamkan di suatu tempat yang kemudian banyak diziarahi orang. Untuk mengamankan keadaan, Sunan Gunung Jati memerintahkan secara diam-diam agar mayat Syekh Siti Jenar dipindahkan ke tempat yang dirahasiakan, sedangkan di kuburan yang sering dikunjungi orang itu dimasukkan bangkai anjing hitam. Ketika para peziarah menginginkan agar mayat Syekh Siti Jenar dipindahkan ke Jawa Timur, kuburan dibuka dan ternyata yang tergeletak di dalamnya bukan mayat Syekh Siti Jenar melainkan bangkai seekor anjing. 

Para peziarah terkejut dan tak bisa mengerti keadaan itu. Ketika itu Sultan Cirebon memanfaatkan situasi dengan mengeluarkan fatwa agar orang-orang tidak menziarahi bangkai anjing dan segera meninggalkan ajaran-ajaran Syekh Siti Jenar (Sulendraningrat, 1983: 28).
3 Ajaran Populer Syekh Siti Jenar.

3 Ajaran Populer Syekh Siti Jenar.

Ada banyak Karya (Pupuh) populer dari Syekh Siti Jenar diantaranya ada tiga yaitu konsep ajaran tentang Manunggaling Kawulo Gusti ,Zadhab dan Hamamayu Hayuning Bawana. 

Untuk konsep ajaran Mnunggaling Kawulo Gusti konsep dan ajarnnya bisa dibaca selengkapnya disini " Konsep dan Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti"

3 Ajaran Populer Syekh Siti Jenar. | Infopagarnusa.com
3 Ajaran Populer Syekh Siti Jenar.
Pengertian Zadhab
Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia yang mengalami hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut zadhab atau kegilaan berlebihan terhadap Illa yang maha Agung atau Allah. Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja, sehingga ketika keinginannya sudah lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam pikirannya hanya Allah, Allah, Allah dan Allah…. disekelilingnya tidak tampak manusia lain tapi hanya Allah yang berkehendak, Setiap Kejadian adalah maksud Allah terhadap Hamba ini…. dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada GURU yang Mursyid yang berpedoman pada AlQuran dan Hadits maka hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah untuk manusia.

Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.

Seperti contohnya Lia Eden dll… mereka adalah hamba yang ingin dekat dengan Allah tanpa pembimbing yang telah melewati masa ini, karena apabila telah melewati masa ini maka hamba tersebut harus turun agar bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia lain seperti juga Rasullah pun telah melewati masa ini dan apabila manusia tidak mau turun tingkatan maka hamba ini akan menjadi seperti nabi Isa AS. Maka Nabi ISA diangkat Allah beserta jasadnya. 

Seperti juga Syekh Siti Jenar yang kematiannya menjadi kontroversi.Dalam masyarakat jawa kematian ini disebut “MUKSO” ruh beserta jasadnya diangkat Allah

Hamamayu Hayuning Bawana
Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi.
Konsep Dan Ajaran Syekh Siti Jenar

Konsep Dan Ajaran Syekh Siti Jenar

Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi.
Ajaran dari Syekh Siti Jenar yang paling Populer adalah Manunggaling Kawulo Gusti ... baca selengkapnya

Konsep Dan Ajaran Syekh Siti Jenar | Infopagarnusa.com
Konsep Dan Ajaran Syekh Siti Jenar
Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara dan lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah. Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu:

  • Syahadat
  • Shalat
  • Puasa
  • Zakat
  • Haji

Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi.

Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar abad ke-9 Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan Tuhan. Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan 

  1. 1. Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama seperti sholat, zakat dll)
  2. 2. Tarekat dengan melakukan amalan-amalan seperti wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu
  3. 3. Hakekat dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan
  4. 4. Ma’rifat kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya. 


Namun bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan dibawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syekh.

Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang harus disampaikan adalah pada tingkatan ‘Syariat’. Sedangkan ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap ‘Hakekat’ dan bahkan ‘Ma’rifat’ kepada Allah (kecintaan dan pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH).

Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata ‘Sesat’. 
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing – masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda – beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama.

Oleh karena itu, masing – masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agamanya yang paling benar. Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
Manunggaling Kawulo Gusti

Manunggaling Kawulo Gusti

Dan dalam ajarannya, ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang penciptaan manusia (“Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: 
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71-72)”)
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi.
Manunggaling Kawulo Gusti | Infopagarnusa.com
Manunggaling Kawulo Gusti
Perbedaan penafsiran ayat Al Qur’an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham ‘Manunggaling Kawula Gusti’ Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat dekat dengan Tuhannya.
Baca juga Atikel lain tentang Syekh Siti Jenar

Sebagian umat Islam menganggapnya sesat  Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran – ajarannya tertuang dalam pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya.

Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti. Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo.

Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo.

Dalam diri manusia terdapat segumpal daging
Apabila segumpal daging itu rusak
Maka rusaklah seluruhnya
Segumpal daging itu bernama qolbu
Qolbu itu ati dalam bahasa Jawa
Gusti sering diartikan Bagusing Ati
Gusti berarti pula Qolbu
Qolbu yang menjadi cerminan
Khaliq dengan ciptaan-Nya

Qolbu adalah terminal
Ati itu jangka jangkahing jaman
Atau titik pusat kesadaran kehidupan
Ruang dan waktu dimana kita hidup
Kawulo adalah hamba
Gusti adalah bagusing ati
Bagusnya qolbu manusia
Dalam menghamba kepada Allah
Manusia menghamba itu kawulo
Dengan hati yang bisa mencerminkan Allah
Maka manunggallah kawulo dan gusti
Apabila qolbu itu dekat dengan Allah
Sampai dekatnya dengan urat nadi leher
Maka hati hamba menjadi tempat bersemayamnya Allah
Kalau hati dekat dengan Allah
Fikiran tenang dan mendengarkan suara hati
Perkataan difikirkan dulu , Tindakan diniyatkan dijalan Allah
Maka benar
Manunggaling Kawulo Gusti
Sehingga
Jumbuh Kawulo lan Gusti
Dalam ridlo-Nya

Ketidakbenaran Manunggaling Kawulo Gusti, terletak pada kurang tepatnya persepsi dalam memahami ajaran tersebut, yang pada akhirnya hal ini bisa menimbulkan kesesatan, Jadi Manunggaling Kawulo Gusti tidak salah Namun menyesatkan apabila tidak pas dalam memahaminya.
Wa'allahualam.
6 Tahapan Bertapa Sastra Jendra Hayuningrat

6 Tahapan Bertapa Sastra Jendra Hayuningrat

Bagi orang yang belajar kawruh Kejawen, tentu sudah tidak asing lagi dengan kata-kata Sastra Jendra Hayuningrat. Meskipun banyak yang sudah mendengar kata-kata tersebut, tetapi jarang ada yang mengetahui apa makna sebenarnya. Menurut Ronggo Warsito, sastra jendra hayuningrat adalah jalan atau cara untuk mencapai kesempurnaan hidup. Apabila semua orang di dunia ini melakukannya, maka bumi akan sejahtera.

Sastra Jendra Hayuningrat | Infopagarnusa.com
Sastra Jendra Hayuningrat
Nama lain dari sastra jendra hayuningrat adalah sastra cetha yang berarti sastra tanpa papan dan tanpa tulis. Walaupun tanpa papan dan tulis, tetapi maknanya sangat terang dan bisa digunakan sebagai serat paugeraning gesang.

6 Tahapan Bertapa Sastra Jendra Hayuningrat
  1. Tapa Jasad adalah mengendalikan atau menghentikan gerak tubuh dan gerak fisik. tindakannya tidak dendam dan sakit hati. Semua yang terjadi pada diri diterima dengan legowo, tabah dan lapang dada.
  2. Tapa Budhi memiliki arti menghilangkan segala perbuatan diri yang hina, seperti berdusta pada diri, tidak jujur dan suka mencela keburukan orang lain.
  3. Tapa Hawa Nafsu adalah peroses mengendalikan hawa nafsu atau sifat angkara murka yang muncul dari diri sendiri, Lakunya adalah senantiasa sabar dan berusaha mensucikan diri,mudah memberi maaf dan taat pada perintah Allah Swt serta menjahui larangannya.
  4. Tapa Cipta berarti Cipta/otak kita diam dan memperhatikan perasaan secara sungguh-sungguh atau dalam bahasa Jawanya "ngesti surasaning raos ati". Berusaha untuk menuju heneng-meneng-khusyuk-tumakninah, sehingga tidak mudah diombang-ambingkan siapapun dan selalu heningatau/waspada agar senantiasa mampu memusatkan pikiran pada Allah semata.
  5. Tapa Sukma Dalam tahapan ini pikiran terfokus pada ketenangan jiwa. Lakunya adalah ikhlas dan memperluas rasa kedermawanan dengan senantiasa eling pada fakir miskin dan memberikan sedekah secara ikhlas tanpa pamrih.
  6. Tapa Cahya Adalah tahapan tapa yang lebih dalam lagi. Prinsipnya tapa pada tataran ini adalah senantiasa eling, awas dan waspada sehingga kita akan menjadi orang yang waskitha (tahu apa yang bakal terjadi). 


Semua itu yang didapat bukan dari diri kita pribadi, melainkan dari proses spiritual kita pada saat kita berusaha sungguh-sungguh mendekatkan diri pada Gusti . Semua ilmu tersebut merupakan 'titipan', sama dengan nyawa kita yang sewaktu-waktu bisa diambil kembali oleh Allah.
Wa'allahulam ..
4 Godaan Dalam Skema Spiritual Mendekatkan Diri Pada Allah

4 Godaan Dalam Skema Spiritual Mendekatkan Diri Pada Allah

Setiap manusia selalu memiliki keinginan untuk mendekatkan diri pada sang pencipta (Allah) sebagai Sang Khalik. Tetapi niat untuk mendekatkan diri tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sekali godaan yang membuat upaya dan niat manusia untuk mendekatkan diri pada sang pencipta (Allah) terhalang. Mengapa? Penghalang terbesar dari diri manusia untuk mendekatkan diri pada sang pencipta (Allah) itu adalah berasal dari dalam diri manusia itu sendiri yaitu Nafsu dan Pikiran 
Infopagarnusa.com
Skema Mendekatkan diri pada allah secara spiritual

Bagi para pelaku spiritual yang ingin mendekatkan diri pada sang pencipta (Allah) akan digoda dengan beraneka kemampuan ghaib yang muncul dalam diri mereka secara otomatis. Contohnya, seperti terlihat pada gambar di atas. Upaya untuk mendekatkan diri pada sang pencipta (Allah) bagi para pelaku spiritual umumnya akan terhalang dengan adanya kemampuan istimewa yang secara natural diperoleh seperti

Skema Pendekatan dari Kepada Sang Pencipta (Allah)
Godaan pertama Kemampuan untuk menyembuhkan penyakit medis/non medis.
Jika pelaku spiritual sudah merasa puas dengan kemampuan ini dan menjadikan kemampuannya itu untuk mencari nafkah, maka ia hanya akan mendapatkan hal itu saja dan tidak akan pernah dekat pada sang pencipta (Allah)

Godaan kedua adalah Kekebalan
Memiliki keistimwaan kebal terhadap senjata tajam/api. Tentu saja, Ia juga tidak akan bisa mendekatkan diri pada sang pencipta (Allah). Pasalnya, ia sudah merasa puas mendapatkan kemampuan tersebut.

Godaan ketiga ngerogo sukmo
Untuk keistimawan yang satu ini sangat sulit untuk dihindari jika mampu untuk ngrogo sukmo (melepaskan sukma dari jasadnya) itu berarti rasa tawanduk dan kesombongan akan lebih besar kesombongannya , oleh karenanya tahap ini akan lebih sulit dilewati.

Godaan keempat , memiliki kemampuan mampu mnegetahui sesuatu yang akan terjadi
Tiga godaan jika mampu dilewati maka untuk godaan keempat ini adalah kemampuan yang paling tinggi untuk dikontrol, hal ini dikarenakan sipelaku spiriual akan mampu mengetahui apa yang akan terjadi , baik itu bersifat baik dan buruk.

Jika empat godaan diatas mampu dilalui , insya allah kita akan lebih dimudahkan untuk bisa istiqhomah dalam mendekatkan diri pada sang pencipta (Allah). amin.

Senin, 07 Mei 2018

9 Amalan Untuk Santri Pagar Nusa Diambil Dari Sunnah Kanjeng Nabi Muhammad

9 Amalan Untuk Santri Pagar Nusa Diambil Dari Sunnah Kanjeng Nabi Muhammad

Sembilan amalan yang mudah untuk diamalkan serta diajarkan kepada santri-santri Pagar nusa , yang mana sembilan amalan ini merupakan sekian dari amalan sunnah yang dijalankan oleh Nabi Muhammad Saw.
1. Berdzikir Kepada allah Swt
Infopagarnusa.com
Infopagarnusa.com

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dan orang yang tidak berdzikir, seperti orang yg hidup dan orang yg mati.” (HR. Bukhari).
2. Membaca dan Mempelajari Al-Qur’an

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam besabda, “Allah berfirman: Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji Al-Qur’an dan menyebut nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-KU, maka Aku berikan kepadanya sebaik-baik pemberian yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan kalam Allah atas perkataan lainnya adalah seperti, keutamaan Allah atas makhluk-Nya.” (Riwayat Tirmidzi).

3. Shalat Subuh Berjamaah di Masjid
Sembilan Amalan Sunnah rosul
Ada shalat fardu yang berat untuk dilakukan, shalat ini dikerjakan pagi hari ketika kita sedang nyenyak-nyenyaknya tidur. Mau bangun aja kadang berat, apalagi harus berjamaah di masjid. Tapi kalau kamu mengerjakan sunnah ini, akan banyak kebaikan yang terkandung di dalamnya. apalagi yang habis latihan pagar nusa nyampe pagi , sekalian tuh sholat ke masjid biar pahalanya berlipat ganda

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh, shalat yang paling berat bagi orang munafik, adalah shalat isya dan shalat shubuh. sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, mereka pasti mendatangani keduanya, sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari-Muslim).
4. Sholat Dua Rakaat Sebelum Subuh
Sekalian dari pada selesai latihan tidur lebih baik langsung kemasjid dan kerjakan dua rakaat sunnah sebelum Subuh.
عن عائشة عن النبي قال (( ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها )). رواه مسلم. وفي رواية (( لهما أحب إلي من الدنيا جميعاً ))
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dua raka’at salat Fajr lebih baik dari pada dunia dan seisinya.” [HR. Muslim] dalam riwayat lain dengan lafazh : “Sungguh kedua raka’at tersebut lebih aku cintai daripada dunia semuanya.”.
Salat Fajr yakni salat Sunnah Rawatib Qabliyah Subuh.